Tolong Hentikan Ustadz, Aku Tak Tahan Lagi !

Beberapa tahun lalu, saya melakukan survey dengan memberikan pertanyaan kepada beberapa perempuan (istri) yang lebih memilih bekerja daripada menjadi ibu rumah tangga. Pertanyaan saya sangat sederhana, “Bu, bagaimana perasaan ibu dengan kondisi ibu bekerja saat ini, lebih merasa cukup dengan suami saja bekerja atau merasa lebih cukup dengan ibu ikut bekerja ?



Jawaban yang mengejutkan keluar dari hampir 90% perempuan yang  saya berikan pertanyaan, “Saya merasa cukup dengan hanya suami saja yang bekerja ketimbang  saya ikut bekerja.

Para istri yang saya survei itu mengaku justru dengan dirinya bekerja, keuangan keluarganya menjadi pas-pasan malah terpaksa harus berhutang demi kebutuhan keluarga, padahal niat awalnya agar dapat membantu suami. tapi semuanya tidak jadi lebih baik, anehnya dulu ketika suami saja yang bekerja semua kebutuhan hampir dapat terpenuhi, tetapi dengan saya ikut bekerja, jangankan untuk yang lain, untuk kebutuhan sehari hari saja  tidak  cukup, malah harus berhutang

Setelah para istri itu mencurahkan seluruh keluh kesahnya , lalu saya bertanya lagi kepada mereka , “Ibu tahu penyebabnya mengapa dulu saat suami ibu yang bekerja semuanya tercukupi dan sekarang ibu ikut bekerja justru selalu kurang ?”

Ibu-ibu serentak menggeleng – gelengkan kepalanya. Mereka heran harusnya dengan mereka  ikut bekerja, kebutuhan rumah tangga dapat tercukupi

Saya sampaikan begini kepada mereka  : 
 
Keberkahan Rizki ibu telah hilang, ibu-ibu tahu mengapa hilang ? Begini, dulu saat suami ibu saja yang bekerja ibu masih sempat mengurus anak-anak yang ingin berangkat sekolah. Ibu masih sempat membangunkan suami untuk shalat malam. Ibu masih sempat membuatkan sarapan untuknya. Dan ketika suami ibu pulang kerja, ibu sudah cantik berdandan rapi untuk menghilangkan kelelahan suami ibu sore itu. Ibu masak yang terenak untuk suami dan masih sempat membacakan dongeng untuk anak-anak ketika akan tidur dan masih “fresh” saat suami ibu mengajak bercinta.

Akan tetapi ketika ibu bekerja,kemungkinan ibu berangkat lebih awal dari suami ibu ?banyak yang terlewati disini, seperti menyiapkan sarapan buat suami ibu, menyiapkan keperluan buat anak- anak berangkat sekolah , bisa saja dengan lebih paginya ibu berangkat bekerja, suami dan anak anak ibu tidak dapat menikmati sarapan yang harusnya ibu buat. Iya kan bu ?’ Kata saya kepada mereka.

Di antara ibu-ibu yang bekerja ini mulai menangis. Saya meminta izin untuk meneruskan Taujih di sore itu.

“Dan ketika suami ibu pulang, ibu belum pulangkan karena ibu diminta lembur oleh boss ibu di pabrik. Ketika suami sudah ada di rumah jam 5 sore, ibu masih berkutat dengan pekerjaan sampai jam 8 malam. Suami ibu bingung ke mana dia mengadukan ceritanya hari itu dia mencari nafkah. Anak-anak ibu belum mandi bahkan bisa saja di antara mereka ada yang tidak shalat Maghrib, karena tidak ada yang mengingatkannya. karena makanan belum ada,terpaksa  hanya makan mie karena hanya itu yang mereka mampu buat.

Suami ibu hanya makan itu bahkan hampir tiap malam, sedangkan ibu baru pulang jam 9 sampai di rumah di saat anak-anak ibu sudah lelah karena banyak bermain, bahkan di antara mereka masih ada yang bau karena belum mandi. Suami ibu terkapar tertidur karena kelelahan, karena suami ibu menunggu kedatangan ibu. Kondisi ibu juga lelah, sangat lelah bahkan, parahnya ibu bahkan berbulan-bulan tidak bisa berhubungan intim dengan suami karena kelelahan….”

Ibu bekerja untuk menambah keuangan keluarga tapi ibu kehilangan banyak hal. Hal-hal yang pokok menjadi tidak selesai. Hal-hal yang ibu kerjakan di pabrik juga tidak maksimal karena hati ibu sedih tidak punya kesempatan mengurus suami dan anak-anak. Pakaian suami dan anak-anak kumal, kuku anak-anak panjang, rambut anak-anak gondrong dan tak terurus.

Ibu-ibu itu semakin kencang menangisnya, di antara mereka mengatakan “Hentikan ustadz, aku tak tahan lagi, hentikan”, sang ibu itu memeluk teman yang di sebelahnya dan menangis.

Sore itu saya berusaha menyampaikan kewajiban saya sebagai dai. Katakan yang benar itu walaupun harus membuat hati sedih. Di penutup saya menyampaikan, “Tidak ada larangan buat ibu bekerja dengan satu syarat, tugas pokok ibu tidak ada masalah, tidak ada hak-hak suami dan anak-anak yang berkurang yang dapat menyebabkan ketidak berkahan uang yang ibu dapatkan dari bekerja. Pastikan itu semua tidak ada masalah dan bekerjalah setelah itu”

Adzan Maghrib sore itu menghentikan ceramah saya di sela tangis ibu-ibu yang ingin segera pulang untuk bertemu dengan suami dan anak-anak mereka.

Sumber : FB

Subscribe to receive free email updates: